Pemulihan Trauma Dua Anak Korban Kekerasan di Jakarta Utara

child abuse

WagonNews – Jakarta kasus kekerasan terhadap anak kembali mencuat ke permukaan, kali ini terjadi di wilayah Penjaringan, Jakarta Utara. Seorang pria berinisial EC (28), yang bekerja serabutan, harus berurusan dengan pihak berwajib setelah diduga melakukan tindak penganiayaan terhadap dua anak kecil—yang ternyata merupakan anak dari kekasihnya sendiri.

Aksi kejam ini memicu kemarahan berbagai pihak, termasuk dari kalangan legislatif. Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menyuarakan kemarahannya terhadap tindakan pelaku, sekaligus menyampaikan dukungan penuh terhadap kinerja cepat Polres Metro Jakarta Utara yang berhasil meringkus pelaku dalam waktu singkat.

“Saya sangat menghargai langkah sigap dari jajaran Polres Metro Jakarta Utara yang langsung menjerat pelaku dengan pasal berlapis. Tapi saya juga meminta agar pelaku ini ke depannya benar-benar dijauhkan dari korban dan ibunya, bahkan setelah masa tahanannya berakhir,” ujar Sahroni dalam pernyataan resminya, Kamis (10/4/2025).

Lebih dari sekadar penindakan hukum, Sahroni menekankan pentingnya proses pemulihan menyeluruh terhadap kondisi psikologis kedua korban. Menurutnya, penyembuhan trauma harus dilakukan secara komprehensif dan berkelanjutan karena dampaknya bisa bertahan hingga sang anak tumbuh dewasa.

“Anak-anak ini tidak boleh dibiarkan menghadapi dampak psikologis dari kekerasan ini sendirian. Kita wajib memastikan mereka mendapat bantuan terbaik dari tenaga profesional, mulai dari pendampingan psikologis hingga fisik,” tegasnya.

Awal Terbongkarnya Kasus

Insiden memilukan ini terungkap berkat laporan warga yang mendengar suara tangisan dan jeritan anak-anak dari sebuah rumah kontrakan di kawasan Penjaringan. Respons cepat dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) bersama tim operasional mengarah pada lokasi kejadian dan langsung mengamankan pelaku.

AKBP Benny Cahyadi, Kasat Reskrim Polres Jakarta Utara, menjelaskan bahwa korban berjumlah dua orang: seorang anak laki-laki berusia 4 tahun dan seorang anak perempuan berumur 3 tahun.

“Setelah mendapat laporan dari warga sekitar, kami segera menuju lokasi dan menemukan indikasi kuat adanya penyekapan dan penganiayaan. Pelaku pun langsung kami amankan di lokasi berbeda namun masih di wilayah yang sama,” ujar Benny, Rabu (9/4/2025).

Kekerasan yang Berulang
stop kekerasan

Dari hasil penyelidikan sementara, diketahui bahwa kekerasan yang dilakukan EC terhadap dua bocah malang tersebut bukanlah yang pertama. Dugaan sementara menunjukkan bahwa perlakuan kasar itu sudah berlangsung beberapa kali, meskipun baru sekarang terbongkar ke publik.

Dalam kesehariannya, EC diketahui tinggal satu atap dengan ibu dari para korban. Meskipun belum memiliki ikatan pernikahan resmi, mereka telah hidup bersama, yang membuat EC memiliki akses langsung terhadap kedua anak tersebut.

“Kami juga tengah menyelidiki sejauh mana ibu korban mengetahui atau bahkan terlibat dalam kasus ini. Ia sudah kami mintai keterangan, tapi masih perlu didalami lebih lanjut,” tambah Benny.

Alasan Sepele Jadi Pemicu

Dalam pemeriksaan awal, EC mengaku emosinya meledak gara-gara masalah yang sebetulnya sangat sepele. Insiden bermula ketika si anak buang air di tempat tidur setelah bangun, yang kemudian membuat pelaku naik pitam.

“Pelaku mengakui ia marah karena korban mengompol dan BAB di tempat tidur. Emosi pelaku lalu meluap, dan ia menampar korban serta sempat membenturkan kepala sang anak ke dinding,” ungkap Benny.

Perbuatan sadis ini kini membuat EC harus berhadapan dengan hukum. Ia dijerat dengan Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Ancaman hukumannya di atas lima tahun penjara.

Fokus Pemulihan dan Perlindungan Korban
child protection

Menindaklanjuti kasus ini, pihak kepolisian kini tengah bekerja sama dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) guna memastikan korban mendapatkan perlindungan maksimal.

“Kami juga berkoordinasi dengan psikolog anak untuk memastikan kedua korban mendapat penanganan yang layak, baik secara mental maupun fisik,” terang Benny.

Ahmad Sahroni menambahkan, kasus semacam ini harus menjadi perhatian serius berbagai pihak, termasuk lembaga negara yang menangani perlindungan anak. Ia mendorong kolaborasi lintas sektor agar proses pemulihan berjalan optimal.

“Saya tegaskan kembali, kita tidak ingin melihat anak-anak ini tumbuh besar dengan luka batin yang dalam tanpa ada yang peduli. Polisi, lembaga perlindungan anak, dan pemerintah daerah harus bergerak bersama untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi mereka,” ucap Sahroni.

Seruan untuk Ketegasan Hukum

Selain fokus pada pemulihan korban, Sahroni juga menekankan agar aparat hukum tidak lengah dalam mengawasi pelaku di masa depan. Menurutnya, langkah pencegahan harus diutamakan agar pelaku kekerasan seperti EC tidak lagi mengulangi perbuatannya terhadap korban atau anak-anak lain.

“Jika pelaku sudah bebas nanti, pastikan dia tidak lagi berkontak dengan korban atau keluarga mereka. Kita tidak bisa main-main dalam hal ini,” tandasnya.

Kasus ini menyisakan luka mendalam bagi banyak pihak, khususnya bagi kedua bocah yang menjadi korban. Namun di balik tragedi tersebut, terbuka peluang untuk membangun sistem perlindungan anak yang lebih kuat dan menyeluruh. Dengan kerja sama yang solid antara aparat, legislatif, serta lembaga perlindungan anak, diharapkan masa depan anak-anak Indonesia bisa lebih aman dari kekerasan domestik.

WagonNews akan terus memantau perkembangan kasus ini dan menyerukan pentingnya menjaga hak dan keselamatan anak sebagai prioritas utama dalam kehidupan bermasyarakat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *