Di balik tembok raksasa dan gegap gempita pertumbuhan ekonomi Tiongkok, pernah berdiri seorang pria yang dikenal lebih keras dari baja dan lebih tegas dari palu hukum. Namanya Zhu Rongji, perdana menteri Tiongkok yang menjabat dari tahun 1998 hingga 2003. Ia bukan sekadar pejabat tinggi biasa. Dalam sejarah modern negeri tersebut, Zhu Rongji dikenal sebagai “pembersih rumah tangga” yang tak gentar menggulung tikus-tikus berdasi yang merajalela di lorong-lorong kekuasaan.
Dijuluki sebagai “Iron Premier” oleh media internasional, Zhu tak hanya piawai dalam ekonomi, tapi juga ditakuti para koruptor. Gaya kepemimpinannya keras, lugas, dan tak kenal kompromi. Ia masuk ke panggung kekuasaan dengan satu misi besar: membersihkan akar-akar korupsi yang telah tumbuh liar di tubuh pemerintahan dan BUMN Tiongkok.
Bersih, Tegas, dan Tak Terkalahkan
Lahir pada 1928 di Changsha, Provinsi Hunan, Zhu Rongji menempuh pendidikan teknik di Universitas Tsinghua — salah satu kampus paling bergengsi di Tiongkok. Latar belakang teknokratis ini menjadikan Zhu berbeda dari banyak tokoh politik lain. Ia berpikir sistematis, efisien, dan rasional. Namun yang paling mencolok darinya bukan hanya otak cerdas, melainkan nyali dan keteguhan hati yang luar biasa.
Saat menjadi wali kota Shanghai pada 1989, Zhu menunjukkan kapabilitas luar biasa dalam mengatur kota megapolitan itu. Reputasinya sebagai administrator yang bersih dan pekerja keras mulai dikenal luas. Keberaniannya membongkar berbagai praktik curang di pemerintahan daerah membuatnya dilirik untuk posisi yang lebih tinggi.
Zhu Rongji, Korupsi: Musuh Utama yang Harus Disikat

Ketika naik menjadi perdana menteri, Zhu mewarisi negeri yang sedang berada di persimpangan jalan. Ekonomi Tiongkok tengah tumbuh cepat, tetapi di balik gemerlap angka-angka pertumbuhan, korupsi mengakar kuat di semua level — dari pejabat lokal hingga pusat. Banyak BUMN bangkrut akibat pengelolaan yang buruk dan tikus-tikus kekuasaan yang menggerogoti dari dalam.
Zhu tak ragu menyebut bahwa korupsi adalah penyakit kronis yang bisa menghancurkan masa depan negara. Maka dimulailah gebrakan besar-besaran. Ia membentuk sistem pelaporan internal yang ketat, memperkuat lembaga audit, dan mendorong reformasi di bidang keuangan serta perbankan. Banyak pejabat tinggi, termasuk dari partainya sendiri, tak luput dari sapu bersihnya.
Salah satu kasus paling mencolok terjadi pada 1999, ketika pejabat tingkat tinggi dari sektor energi dan perdagangan dijatuhi hukuman berat setelah investigasi mendalam oleh tim Zhu. Langkah ini menjadi sinyal keras: tidak ada yang kebal hukum, bahkan elite partai sekalipun.
Reformasi Ekonomi Sekaligus Pembersihan Moral
Tak hanya memburu pelaku korupsi, Zhu juga dikenal sebagai arsitek reformasi ekonomi yang berani. Di bawah kepemimpinannya, Tiongkok membuka diri lebih lebar terhadap dunia luar dan menyiapkan fondasi untuk bergabung dengan World Trade Organization (WTO) pada 2001.
Langkah-langkah tersebut tak populer di kalangan internal. Banyak perusahaan negara harus dirampingkan atau ditutup, yang menyebabkan jutaan pekerja kehilangan pekerjaan. Namun bagi Zhu, itu adalah harga yang harus dibayar untuk membangun sistem yang sehat dan transparan. Ia sering kali berkata bahwa lebih baik mengorbankan keuntungan jangka pendek daripada membiarkan negara hancur karena pembiaran terhadap kebusukan sistemik.
Ia bahkan pernah berkata dengan nada serius namun getir, “Jika saya gagal, rakyat boleh menggantung saya di Tiananmen.” Kalimat itu bukan sekadar retorika, melainkan cerminan tekad seorang pemimpin yang siap mempertaruhkan segalanya demi prinsip.
Gaya Memimpin yang Unik Zhu Rongji

Zhu dikenal sangat keras terhadap bawahannya. Ia sering memarahi pejabat publik di depan umum jika mereka tidak menunjukkan performa yang baik. Namun di sisi lain, ia sangat mencintai rakyat kecil. Ia menyederhanakan birokrasi, mempercepat pelayanan publik, dan memerangi pungli di berbagai sektor layanan.
Karakternya yang tegas menjadikannya disegani, bahkan oleh lawan-lawan politiknya. Meski banyak yang menganggapnya terlalu keras, tak sedikit pula yang menyebutnya sebagai pemimpin paling jujur dalam sejarah Tiongkok modern.
Warisan Zhu: Lebih dari Sekadar Angka
Ketika Zhu pensiun pada 2003, banyak yang merasa kehilangan. Meski ia tak pernah mencalonkan diri dalam pemilu atau menciptakan kultus individu, kehadirannya membekas dalam ingatan rakyat dan birokrasi Tiongkok. Reformasi dan pemberantasannya terhadap korupsi menjadi fondasi bagi upaya-upaya antikorupsi di era berikutnya, termasuk kampanye besar-besaran oleh Presiden Xi Jinping satu dekade kemudian.
Warisan Zhu tak hanya soal keberhasilan ekonomi, melainkan juga soal keteladanan moral dan keberanian untuk melawan arus. Di tengah dunia politik yang sering kali abu-abu, Zhu berdiri sebagai figur yang hitam-putih — mencintai kebenaran dan membenci kebusukan.
Penutup: Legenda Sang Premier Besi
Zhu Rongji bukanlah sosok yang haus kekuasaan. Ia tak mencari popularitas. Tapi karena keteguhan dan integritasnya, ia justru dikenang sebagai legenda. Seorang teknokrat yang mengubah wajah Tiongkok bukan hanya lewat kebijakan, tetapi lewat keberaniannya menegakkan etika.
Di dunia yang makin kompleks dan penuh kompromi, nama Zhu Rongji tetap bersinar sebagai simbol bahwa pemimpin bersih dan tegas masih mungkin ada. Dan kisahnya, seperti angin dingin dari utara, akan terus membisikkan pesan moral bagi generasi berikutnya: bahwa melawan korupsi bukan sekadar tugas, melainkan kehormatan
Leave a Reply