WagonNews Jakarta – Di tengah gaya hidup modern yang semakin sibuk, tak jarang orang tua kesulitan menjaga pola makan dan aktivitas anak. Padahal, jika tidak ditangani dengan cermat, hal ini bisa membuka pintu bagi dua masalah serius yang bertolak belakang namun sama-sama berbahaya: malnutrisi dan obesitas.
Dokter spesialis anak dan konsultan neonatologi, Dr. Atul Palwe, mengingatkan bahwa keseimbangan nutrisi dalam tubuh anak adalah hal mendasar yang tidak boleh diabaikan. Dalam pernyataannya, ia menjelaskan bahwa banyak anak hari ini menghadapi ancaman ganda—di satu sisi kekurangan gizi, di sisi lain kelebihan berat badan akibat pola makan yang buruk.
Menurut Dr. Palwe, obesitas tidak hanya sekadar soal penampilan atau berat badan berlebih. Ada konsekuensi kesehatan jangka panjang yang bisa timbul, termasuk risiko lebih tinggi terhadap diabetes, tekanan darah tinggi, bahkan gangguan pada jantung.
Namun, di sisi lain, kekurangan gizi atau malnutrisi pun tidak kalah serius. Anak yang tidak mendapat asupan nutrisi yang tepat rentan terhadap infeksi, mudah sakit, dan memiliki energi rendah untuk menjalani aktivitas harian. Di masa pertumbuhan, ini bisa berdampak pada perkembangan otak, kekuatan otot, dan daya tahan tubuh.
Menyadari Tanda-Tanda Awal

Setiap anak memiliki ritme pertumbuhan yang unik. Namun, menurut Dr. Palwe, penting bagi orang tua untuk memahami apakah anak mereka mengikuti pola pertumbuhan yang sehat atau tidak. Tinggi dan berat badan yang tidak sesuai dengan standar usia bisa menjadi tanda awal adanya gangguan nutrisi.
“Setiap anak tumbuh dengan kecepatannya sendiri, tetapi mereka harus mengikuti pola yang sehat. Jika tinggi dan berat anak tidak sesuai dengan kelompok usianya, maka itu bisa menjadi tanda kondisi kesehatan yang mendasarinya seperti obesitas atau kekurangan gizi,” ujarnya.
Maka dari itu, penting bagi orang tua untuk secara rutin memantau tinggi badan, berat badan, dan indeks massa tubuh (IMT) anak. Pemantauan berkala ini bisa membantu mendeteksi gejala awal masalah pertumbuhan sebelum terlambat.
Banyak Makan Bukan Jaminan
Salah kaprah yang sering terjadi adalah anggapan bahwa anak yang banyak makan pasti sehat. Padahal, kualitas makanan jauh lebih penting daripada kuantitasnya.
“Bahkan anak yang makan banyak dapat mengalami kekurangan nutrisi karena pilihan makanan yang buruk, yang mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan yang buruk,” jelas Dr. Palwe.
Makanan cepat saji, camilan tinggi gula, dan minuman manis memang menggoda. Tapi konsumsi berlebihan justru memperbesar risiko obesitas dan menurunkan asupan zat gizi penting yang dibutuhkan tubuh.
Untuk itu, Dr. Palwe menganjurkan agar orang tua fokus pada asupan nutrisi seimbang yang mencakup karbohidrat kompleks, protein, lemak sehat, vitamin, dan mineral. Menyusun menu harian yang bervariasi dan bergizi dapat menjadi kunci utama dalam menjaga keseimbangan tubuh anak.
Pola Makan yang Sehat, Sejak Dini
Penting bagi orang tua untuk menciptakan kebiasaan makan sehat sejak usia dini. Kebiasaan ini bisa menimbulkan pola makan emosional, di mana anak belajar mengaitkan makanan dengan perasaan senang atau sedih.
“Orang tua juga sebaiknya menghindari penggunaan makanan sebagai bentuk hadiah atau hukuman bagi anak, karena seiring waktu hal itu dapat menimbulkan kebiasaan makan yang emosional atau membuat mereka mencoba menggunakan makanan untuk mengatasi stres,” katanya.
Selain itu, perkenalkan anak pada berbagai jenis makanan sehat secara perlahan. Jadikan proses makan sebagai momen menyenangkan, bukan paksaan. Ajak anak ikut terlibat dalam menyiapkan makanan, agar mereka merasa memiliki hubungan yang positif dengan apa yang mereka makan.
Gerak Itu Penting

Tidak hanya soal apa yang dimakan, tetapi juga bagaimana anak menghabiskan waktunya sehari-hari. Dalam era digital ini, banyak anak lebih suka duduk di depan layar ketimbang bermain di luar.
Dr. Palwe menyarankan agar anak-anak didorong untuk aktif secara fisik, terutama di luar ruangan. Aktivitas seperti bersepeda, bermain bola, atau sekadar jalan kaki dapat membantu menjaga kebugaran tubuh, meningkatkan metabolisme, dan mencegah obesitas.
“Pastikan mereka cukup tidur, karena hal itu dapat memengaruhi nafsu makan dan metabolisme mereka,” tambahnya.
Kurang tidur terbukti bisa mengganggu hormon pengatur rasa lapar, yang akhirnya membuat anak lebih mudah merasa lapar atau mengidam makanan tidak sehat. Oleh karena itu, waktu istirahat yang cukup harus menjadi bagian dari rutinitas harian anak.
Kolaborasi Keluarga
Membentuk kebiasaan sehat pada anak tidak bisa dilakukan sepihak. Seluruh anggota keluarga perlu terlibat dan menjadi teladan. Ketika anak melihat orang tua makan makanan sehat dan aktif bergerak, mereka cenderung akan mengikuti pola yang sama.
Buatlah waktu makan bersama sebagai rutinitas keluarga. Ini bisa menjadi momen penting untuk mengajarkan anak nilai-nilai seputar makanan, kesehatan, dan kebersamaan.
Tak kalah penting, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan tenaga medis apabila terdapat kekhawatiran mengenai pola makan atau pertumbuhan anak. Konsultasi dengan dokter anak atau ahli gizi bisa membantu memberikan panduan yang lebih tepat sesuai kondisi anak masing-masing.
Menjaga anak tetap sehat bukanlah pekerjaan mudah, tetapi juga bukan hal yang mustahil. Kuncinya ada pada konsistensi dan perhatian penuh terhadap apa yang mereka makan, bagaimana mereka bergerak, dan bagaimana mereka tidur.
Leave a Reply